Minggu, 25 Januari 2009

NEGARA KITA DISERAAANG!!!

Ayahku kerja di sebuah instalasi negara (bener ga nih?) yang penting. Dan baru-baru ini negara kita baru ada percekcokan dengan negara lain. Mereka berencana untuk menyerang negara kita. Wah, gawat nih!


Ayahku lalu mengajakku ke kantornya itu, katanya ada yang ketinggalan dan harus diambil. Tapi… pengumuman dari kantor ayahku mengatakan kalau ada pesawat tempur dari negara musuh yang melintas di atas gedung!!


Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri! Badan pesawat yang hijau dan besar, melintas cepat di atas kepala!

HUA!

Aku cukup ketakutan waktu itu. Soalnya kami ada di lantai teratas gedung itu. Tentu aja aku bayangin yang enggak-enggak. Ngebayangin serangan pesawat di gedung WTC!!


Lampu tiba-tiba mati dan jendela ditutup serentak. Ada goncangan dasyat!! Aku jongkok di kolong meja, lalu tanganku ditarik Ayahku ke atap gedung. Kami orang terakhir yang ada di gedung itu.


Tau ga? Kami naik helikopteeeer! Waaah, cita-citaku terwujud!


Aku lihat pemandangan dibawah. Orang-orang banyak yang keluar dari rumah dan di sebuah rumah besar terdapat retakan besar.

“Pa, itu ada retakan gede banget!!”

“Mana?” Ayahku melihat ke bawah.

“Yang itu! Yang putih itu! Kita udah diserang, Pa!”

“Itu, sih. Gara-gara gempa.”

“….”

Oh, gempa, kirain serangan musuh.


Ayahku kemudian berbincang dengan atasannya yang saat itu bersama kami di helikopter. Ternyata kami mendapat tugas untuk mengirim ‘sesuatu’ ke Jakarta dari suatu tempat dimana berkumpul berjuta-juta orang Indonesia untuk melakukan do’a bersama demi perdamaian negeri.


Waoooow! Sungguh besar peranan kami saat itu! Pikirku.


Kami diturunkan di tempat yang tidak asing untukku. Banyak wanita berkebaya dengan bunga kamboja di telinganya.


INI’KAN DI BALI !!!!!


Acara do’a bersama berbagai agama itu sudah selesai. Lalu mbak-mbak berkebaya kuning mendatangiku.

“Kamu yang diutus untuk membawa benda perdamaian ke Jakarta, kan?”

“I…iya, Mbak.”

Lalu diserahkannya daun yang dibentuk seperti piring yang isinya bunga-bunga kecil (aku lupa namanya). Kakak itu juga menghiasi telinga kiri dan kananku dengan bunga-bunga putih kecil.


Ayahku sudah naik ke atas motor yang disediakan oleh orang Bali itu. Aku segera naik dan melesat pergi.


Wuuuuus… cepet banget motornya. Untung aja punggung Ayahku lebar jadi bunga-bunganya enggak kabur semua. Sempet kepikiran, kenapa benda sepenting ini diberikan pada kami? Kenapa ga pake helikopter aja yang pastinya lebih cepet dari pada sepeda motor?


Aku ketiduran di jalan.


Bangun-bangun, Ayahku menurunkan kecepatan motornya. Ga seperti yang kubayangkan sebelumnya yaitu kami disambut di Istana Negara atau bangunan pemerintahan lainnya, tapi kami disambut dengan suka cita penduduk sebuah desa yang sedang gembira.


Kami turun dari motor, mendatangi wanita yang duduk lesehan di lantai bersama beberapa saudaranya.


Dimana sesaji itu?” tanyanya padaku.

Aku melihat kedua tanganku yang masih membawa sesaji indah itu dengan selamat. Kuulurkan tanganku.

Eh, bunga yang ada di telingamu juga. Taruhlah di daun (berbentuk piring) itu.”

Aku nurut aja sambil menaruh bunga kecil yang indah itu. Agak ga rela, sih. Soalnya aku belum ambil foto sambil pake bunga di telinga.


Aku ulurkan ke wanita itu. Dia menerimanya dan memakan bunga-bunga yang ada di sesaji.

HAAAAAH!!!!?!?

Dimakan?


Sekarang negara kita sudah aman berkat kalian. Jadi duduk-duduklah dan istirahatlah di sini.” Kata wanita itu sambil menepuk-nepuk lantai disampingnya. Ayahku duduk dan berbincang dengannya. Aku juga ikut duduk, sempat ga ngerti kenapa berkat kami negara menjadi aman. Aku tidak mendengar apa saja yang dibicarakan wanita itu dengan Ayahku.


Aku malah kecewa banget karena ketiduran di jalan. ‘Kan biasanya pemandangan jalan di Bali bagus. Dan aku juga pingin liat jalan menuju ke tempat ‘berbeda’ ini. Trus gimana caranya kami bisa nyebrang dari Pulau Bali ke Pulau Jawa?


Aku jadi berpikir, ternyata Ayahku kalo naik motor cepet bangeeeet. Saking cepetnya masih kebayang-bayang di kepala. Hingga tiba-tiba aku sadar.


HAH? Aku mimpi, toh? Bener nih mimpi? Kok aku bisa tidur di mimpi, ya?


Paginya aku cerita hal ini ke Tata. Dia bilang, “Hahahaha… Aneh banget! Orang aneh mimpinya aneh juga!”


Bener juga, ya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar