Aku berdiri di depan rumah. Rumah yang jarang kudatangi itu mulai saat ini jadi tempat tinggalku untuk sementara. Saudara jauhku tidak ada yang menyambut. Mereka sepertinya pergi berwisata dan lupa kalau aku akan datang. Tapi tidak sulit untukku masuk ke dalam rumah yang ditempati tiga kepala keluarga itu. Aku tahu tempat dimana mereka menyembunyikan kunci dan aku tahu tempat dimana seharusnya kamarku berada.
Aku masuk ke kamarku dan menghibur diri sambil membaca One Piece. Yap sangat mengasyikkan! Kru topi jerami sedang bersantai di pinggir sungai sambil memancing. Tiba-tiba ada sebuah kapal dengan kecepatan tinggi lewat di depan mereka. Ussop meloncat saking kagetnya sampai-sampai Luffy yang tertidur pulas ikut tercebur bersama Ussop. Sanji berusaha menghindar sambil melindungi Nami. Zorro yang berteduh sambil terlelap masih tetap asik dengan dengkurannya.
Ussop segera naik kembali sambil terheran-heran benda apa itu. Sanji pun tak habis pikir melihat kapal itu. Dari kejauhan Luffy berusaha muncul ke permukaan air karena tidak bisa berenang. Sanji segera menolong Luffy yang hampir tenggelam. Di saat mereka lengah, ada benang pancing yang menyeret baju Nami.
Nami tercebur ke sungai dan terseret mengikuti kapal itu. Sanji marah besar pada Ussop yang tidak menjaga Nami. Sedangkan perut Luffy penuh dengan air yang terminum. Sanji berteriak pada Nami yang sedang kewalahan diseret kapal berkecepatan tinggi itu.
Sanji punya ide mesum, matanya berubah menjadi bentuk hati. Dia lalu berteriak menyuruh Nami melepas bajunya. Nami menurut kemudian dengan sekuat tenaga melepas bajunya. Baju itu kini yang terseret mengikuti kapal. Sanji menari-nari ke girangan melihat keadaan Nami yang seksi. Luffy yang tersadar dari pingsannya bertanya-tanya pada Ussop apa yang terjadi. Lalu Ussop menjelaskan.
Sanji segera terjun untuk menolong Nami yang terbatuk-batuk. Tapi sebelum Sanji meraih Nami tiba-tiba ada sebuah benang yang melayang di udara dan melilit tubuh Nami. Nami kembali terseret di sungai itu mengikuti kapal tadi.
Sanji kaget dan mengejar dengan amarah menggebu-gebu. Ussop yang masih menceritakan kejadian sebelumnya sambil diselipi hal-hal tentang dirinya yang penolong dan pemberani menunjuk ke arah Nami. Dia sedang menceritakan saat Nami terkena pancing entah dari siapa. Luffy dan Ussop melihat Nami kembali terseret, mereka segera meneriakkan nama Nami kencang-kencang membuat Zorro terbangun.
Luffy ingin menyelamatkan kru terbaiknya itu tetapi segera dicegah Ussop karena Ussop tahu Luffy pasti ingin berenang untuk mengejar Nami dan Sanji.
Zorro kemudian menunjukkan sebuah perahu dayung kecil yang ada di samping mereka. Mereka kemudian menaiki kapal itu sambil berteriak akan menyusul Sanji dan menyelamatkan Nami.
Dari luar kamar, aku mendengar bisik-bisik beberapa anak yang sedang berlindung dari panas matahari di dekat rumahku. Aku segera keluar dan menguping sedikit. Mereka bercerita tentang kutukan di desa ini. Aku segera bertanya untuk mengetahui lebih jelas. Tapi mereka segera berlari sambil berkata kalau mereka tidak boleh berbicara dengan orang yang tidak dikenal.
Aku heran melihat anak-anak itu. Karena merasa lapar aku memutuskan untuk ke warung. Di sana sudah berdiri beberapa ibu-ibu dan bapak-bapak yang sibuk mengobrol. Aku memberanikan diri bertanya tentang kutukan di desa ini. Mereka memandangiku sambil melirik satu sama lain. Akhirnya seorang ibu mengatakan kalau ada seseorang membeli rokok di toko dekat lapangan sepak bola, mereka harus segera membakar uang kembaliannya. Kata ibu itu, sudah beberapa orang yang tidak menuruti untuk mengambil uang sisa dan membakarnya telah mati dengan misterius. Aku hanya geleng-geleng kepala mendengar cerita itu. Tapi orang-orang di sana meyakinkanku kalau cerita itu benar.
Saat berjalan pulang aku jadi kepikiran dan akhirnya aku iseng membeli rokok di dekat lapangan sepak bola itu.
Penjaga toko kecil itu adalah kakek tua. Aku meminta sebungkus rokok padanya. Dia memberikan rokok itu tapi dia kesulitan mengembalikan sisanya karena tidak ada uang receh. Aku segera berkata kalau uang kembalian itu untuk kakek saja. Tapi kakek itu ragu, dia menanyakan bagaimana kalau-kalau aku diserang karena tidak membakar uang kembalian. Aku berkata bahwa aku tak percaya hal seperti itu. Aku beli pun hanya ingin membuktikan kebenaran kutukan itu.
Di kamar aku segera melanjutkan kegiatanku sebelumnya. Tiba-tiba keluarga yang pergi wisata sudah datang. Mereka tidak kaget melihatku di sana. Kemudian mereka bercengkrama di teras tanpa menyambutku atau apapun. Aku juga tidak mengharap berlebihan, sih.
Setelah selesai membaca komik aku segera melanjutkan membaca bagian selanjutnya. Aku mengambil komik di rak buku yang sudah aku tata dan kupenuhi komik-komik milikku. Saat aku kembali ke ranjangku, saudara perempuanku bertanya dari pintu kamar tanpa masuk ke dalam. Dia menanyakan apakah aku membeli rokok di tempat tadi. Aku mengiyakan. Dia lalu bertanya apakah aku sudah membakar uang kembaliannya. Aku jawab 'tenang saja' sambil meneruskan membaca.
Keluargaku yang sedang ada di teras juga berusaha mengingatkanku dari jendela untuk membakar uang kembalian sebelum aku celaka. Aku cuek saja dan terus membaca. Kemudian muncul kakak sepupuku yang membawa rak besar dan gergaji masuk ke kamarku. Aku sedikit heran dengan wajahnya yang bernafsu. Dia bertanya apakah aku membutuhkan rak itu.
Aku sedikit takut untuk menolak, maka aku memberikan ruang untuk kakakku meletakkan rak besar itu. Dia bertanya apakah rak itu kurang kecil. Lalu aku menjawab ya, rak itu kurang pendek. Dengan sadis dia menggergaji bagian bawah rak itu. Lalu dia bertanya apakah rak itu tidak kelebaran. Aku jawab ya karena memang terlalu lebar untuk ruangan itu. Kemudian dengan sadis di gergaji rak itu. Dia juga menawarkan menggergaji bagian atas rak yang seperti menggergaji leher seseorang. Aku berusaha menghentikan tingkah laku saudaraku itu yang berlebihan. Alhasil rak itu hancur berantakan.
Dia lalu memandangku sambil mengacungkan gergaji di tangannya sambil berbisik. Bagaimana kalau giliran lehermu yang aku gergaji? Aku cukup kaget dengan nafsu membunuhnya yang menyelimuti wajah. Aku segera keluar dari kamarku dan menuju ke teras. Beberapa saudaraku masih ada yang bercengkrama di sana. Lalu aku menanyakan kenapa keadaan saudara laki-lakiku tadi begitu mengerikan.
Mereka malah terheran denganku, mereka lalu menunjukkan kalau saudaraku itu sedang sibuk di ruang kerjanya. Saking tidak percayanya aku mengintip ke ruang kerjanya yang bersebelahan dengan kamarku dari jendela. Dan kulihat saudaraku itu sedang sibuk menulis. Badannya masih bersih dengan wajah tak berdosa. Aku lalu mengecek ke dalam kamar dan di sana masih ada ‘dia’ dengan mata sadis menyala merah!
Lalu siapa dia?
Aku segera keluar dari rumah. Di luar rumah ada seorang ibu mengatakan bahwa aku mendapat kutukan karena tidak membakar uang kembalian. Sekejap saja aku langsung percaya bahwa yang menjadikanku bertemu ‘dia’ pasti karena aku tidak mematuhi aturan yang berlaku.
Aku segera berlari ke toko rokok dekat lapangan sepakbola. Tapi ‘dia’ berusaha mengejar dengan tubuh tingginya namun dengan wajah berbeda. Aku sekencang-kencangnya berlari kemudian menemukan kakek si penjual itu sedang mengunci tokonya dan berniat pulang. Aku langsung meminta kembalian rokok yang tadi aku beli. Untungnya kakek itu punya kembalian lalu memberiku uang seribu rupiah.
Aku lalu meminta korek api padanya dan dia memberi korek api batang yang yang hanya berisi beberapa batang. Aku segera mengambil korek itu dan membakar uang seribu. Sosok yang mengejarku berubah menjadi anak kecil. Dia berterak 'jangan', sambil berusaha mencegahku membakar uang itu. Tapi api itu mati dari batangnya membuatku harus mengulangi lagi. Saat uang itu akan terbakar anak itu berteriak 'ayah, ayah…' sepertinya dia memanggil ayahnya.
Uang itu hangus terbakar. Dan sosok anak ini tidak hilang! Dia segera merangkak ke arahku dan berkata 'jangan di bakar, kamu harus menemaniku karena ayahku tidak ada'. Tak ada pilihan lain, aku segera bertanya pada kakek yang tak bisa melihat sosok anak kecil ini dan bertanya berapa uang kembaliannya. Kakek itu kemudian memberikan limaratus dan duaratusrupiah di tanganku. Aku segera mengambil kertas di sekitar situ dan membungkus uang itu di sebuah kertas.
Benda itu kubakar dengan dua batang terakhir yang ada di korek api itu. Sosok anak itu menghilang sambil menangis minta di temani. Tiba-tiba otakku terisi bayangan bahwa anak itu sangat menginginkan ayah yang tak pernah dia miliki. Sehingga dia mencari sosok ayah yang memiliki uang kembalian membeli rokok yang ada di toko kakeknya itu. Anak itu sendiri mati terpanggang kebakaran pada usia yang masih kecil.
Aku segera terbangun dari mimpiku dan mendapati sosok Chocho yang kumal gara-gara bangun tidur di kaca. Huh, ternyata aku bermimpi…
Aku masuk ke kamarku dan menghibur diri sambil membaca One Piece. Yap sangat mengasyikkan! Kru topi jerami sedang bersantai di pinggir sungai sambil memancing. Tiba-tiba ada sebuah kapal dengan kecepatan tinggi lewat di depan mereka. Ussop meloncat saking kagetnya sampai-sampai Luffy yang tertidur pulas ikut tercebur bersama Ussop. Sanji berusaha menghindar sambil melindungi Nami. Zorro yang berteduh sambil terlelap masih tetap asik dengan dengkurannya.
Ussop segera naik kembali sambil terheran-heran benda apa itu. Sanji pun tak habis pikir melihat kapal itu. Dari kejauhan Luffy berusaha muncul ke permukaan air karena tidak bisa berenang. Sanji segera menolong Luffy yang hampir tenggelam. Di saat mereka lengah, ada benang pancing yang menyeret baju Nami.
Nami tercebur ke sungai dan terseret mengikuti kapal itu. Sanji marah besar pada Ussop yang tidak menjaga Nami. Sedangkan perut Luffy penuh dengan air yang terminum. Sanji berteriak pada Nami yang sedang kewalahan diseret kapal berkecepatan tinggi itu.
Sanji punya ide mesum, matanya berubah menjadi bentuk hati. Dia lalu berteriak menyuruh Nami melepas bajunya. Nami menurut kemudian dengan sekuat tenaga melepas bajunya. Baju itu kini yang terseret mengikuti kapal. Sanji menari-nari ke girangan melihat keadaan Nami yang seksi. Luffy yang tersadar dari pingsannya bertanya-tanya pada Ussop apa yang terjadi. Lalu Ussop menjelaskan.
Sanji segera terjun untuk menolong Nami yang terbatuk-batuk. Tapi sebelum Sanji meraih Nami tiba-tiba ada sebuah benang yang melayang di udara dan melilit tubuh Nami. Nami kembali terseret di sungai itu mengikuti kapal tadi.
Sanji kaget dan mengejar dengan amarah menggebu-gebu. Ussop yang masih menceritakan kejadian sebelumnya sambil diselipi hal-hal tentang dirinya yang penolong dan pemberani menunjuk ke arah Nami. Dia sedang menceritakan saat Nami terkena pancing entah dari siapa. Luffy dan Ussop melihat Nami kembali terseret, mereka segera meneriakkan nama Nami kencang-kencang membuat Zorro terbangun.
Luffy ingin menyelamatkan kru terbaiknya itu tetapi segera dicegah Ussop karena Ussop tahu Luffy pasti ingin berenang untuk mengejar Nami dan Sanji.
Zorro kemudian menunjukkan sebuah perahu dayung kecil yang ada di samping mereka. Mereka kemudian menaiki kapal itu sambil berteriak akan menyusul Sanji dan menyelamatkan Nami.
Dari luar kamar, aku mendengar bisik-bisik beberapa anak yang sedang berlindung dari panas matahari di dekat rumahku. Aku segera keluar dan menguping sedikit. Mereka bercerita tentang kutukan di desa ini. Aku segera bertanya untuk mengetahui lebih jelas. Tapi mereka segera berlari sambil berkata kalau mereka tidak boleh berbicara dengan orang yang tidak dikenal.
Aku heran melihat anak-anak itu. Karena merasa lapar aku memutuskan untuk ke warung. Di sana sudah berdiri beberapa ibu-ibu dan bapak-bapak yang sibuk mengobrol. Aku memberanikan diri bertanya tentang kutukan di desa ini. Mereka memandangiku sambil melirik satu sama lain. Akhirnya seorang ibu mengatakan kalau ada seseorang membeli rokok di toko dekat lapangan sepak bola, mereka harus segera membakar uang kembaliannya. Kata ibu itu, sudah beberapa orang yang tidak menuruti untuk mengambil uang sisa dan membakarnya telah mati dengan misterius. Aku hanya geleng-geleng kepala mendengar cerita itu. Tapi orang-orang di sana meyakinkanku kalau cerita itu benar.
Saat berjalan pulang aku jadi kepikiran dan akhirnya aku iseng membeli rokok di dekat lapangan sepak bola itu.
Penjaga toko kecil itu adalah kakek tua. Aku meminta sebungkus rokok padanya. Dia memberikan rokok itu tapi dia kesulitan mengembalikan sisanya karena tidak ada uang receh. Aku segera berkata kalau uang kembalian itu untuk kakek saja. Tapi kakek itu ragu, dia menanyakan bagaimana kalau-kalau aku diserang karena tidak membakar uang kembalian. Aku berkata bahwa aku tak percaya hal seperti itu. Aku beli pun hanya ingin membuktikan kebenaran kutukan itu.
Di kamar aku segera melanjutkan kegiatanku sebelumnya. Tiba-tiba keluarga yang pergi wisata sudah datang. Mereka tidak kaget melihatku di sana. Kemudian mereka bercengkrama di teras tanpa menyambutku atau apapun. Aku juga tidak mengharap berlebihan, sih.
Setelah selesai membaca komik aku segera melanjutkan membaca bagian selanjutnya. Aku mengambil komik di rak buku yang sudah aku tata dan kupenuhi komik-komik milikku. Saat aku kembali ke ranjangku, saudara perempuanku bertanya dari pintu kamar tanpa masuk ke dalam. Dia menanyakan apakah aku membeli rokok di tempat tadi. Aku mengiyakan. Dia lalu bertanya apakah aku sudah membakar uang kembaliannya. Aku jawab 'tenang saja' sambil meneruskan membaca.
Keluargaku yang sedang ada di teras juga berusaha mengingatkanku dari jendela untuk membakar uang kembalian sebelum aku celaka. Aku cuek saja dan terus membaca. Kemudian muncul kakak sepupuku yang membawa rak besar dan gergaji masuk ke kamarku. Aku sedikit heran dengan wajahnya yang bernafsu. Dia bertanya apakah aku membutuhkan rak itu.
Aku sedikit takut untuk menolak, maka aku memberikan ruang untuk kakakku meletakkan rak besar itu. Dia bertanya apakah rak itu kurang kecil. Lalu aku menjawab ya, rak itu kurang pendek. Dengan sadis dia menggergaji bagian bawah rak itu. Lalu dia bertanya apakah rak itu tidak kelebaran. Aku jawab ya karena memang terlalu lebar untuk ruangan itu. Kemudian dengan sadis di gergaji rak itu. Dia juga menawarkan menggergaji bagian atas rak yang seperti menggergaji leher seseorang. Aku berusaha menghentikan tingkah laku saudaraku itu yang berlebihan. Alhasil rak itu hancur berantakan.
Dia lalu memandangku sambil mengacungkan gergaji di tangannya sambil berbisik. Bagaimana kalau giliran lehermu yang aku gergaji? Aku cukup kaget dengan nafsu membunuhnya yang menyelimuti wajah. Aku segera keluar dari kamarku dan menuju ke teras. Beberapa saudaraku masih ada yang bercengkrama di sana. Lalu aku menanyakan kenapa keadaan saudara laki-lakiku tadi begitu mengerikan.
Mereka malah terheran denganku, mereka lalu menunjukkan kalau saudaraku itu sedang sibuk di ruang kerjanya. Saking tidak percayanya aku mengintip ke ruang kerjanya yang bersebelahan dengan kamarku dari jendela. Dan kulihat saudaraku itu sedang sibuk menulis. Badannya masih bersih dengan wajah tak berdosa. Aku lalu mengecek ke dalam kamar dan di sana masih ada ‘dia’ dengan mata sadis menyala merah!
Lalu siapa dia?
Aku segera keluar dari rumah. Di luar rumah ada seorang ibu mengatakan bahwa aku mendapat kutukan karena tidak membakar uang kembalian. Sekejap saja aku langsung percaya bahwa yang menjadikanku bertemu ‘dia’ pasti karena aku tidak mematuhi aturan yang berlaku.
Aku segera berlari ke toko rokok dekat lapangan sepakbola. Tapi ‘dia’ berusaha mengejar dengan tubuh tingginya namun dengan wajah berbeda. Aku sekencang-kencangnya berlari kemudian menemukan kakek si penjual itu sedang mengunci tokonya dan berniat pulang. Aku langsung meminta kembalian rokok yang tadi aku beli. Untungnya kakek itu punya kembalian lalu memberiku uang seribu rupiah.
Aku lalu meminta korek api padanya dan dia memberi korek api batang yang yang hanya berisi beberapa batang. Aku segera mengambil korek itu dan membakar uang seribu. Sosok yang mengejarku berubah menjadi anak kecil. Dia berterak 'jangan', sambil berusaha mencegahku membakar uang itu. Tapi api itu mati dari batangnya membuatku harus mengulangi lagi. Saat uang itu akan terbakar anak itu berteriak 'ayah, ayah…' sepertinya dia memanggil ayahnya.
Uang itu hangus terbakar. Dan sosok anak ini tidak hilang! Dia segera merangkak ke arahku dan berkata 'jangan di bakar, kamu harus menemaniku karena ayahku tidak ada'. Tak ada pilihan lain, aku segera bertanya pada kakek yang tak bisa melihat sosok anak kecil ini dan bertanya berapa uang kembaliannya. Kakek itu kemudian memberikan limaratus dan duaratusrupiah di tanganku. Aku segera mengambil kertas di sekitar situ dan membungkus uang itu di sebuah kertas.
Benda itu kubakar dengan dua batang terakhir yang ada di korek api itu. Sosok anak itu menghilang sambil menangis minta di temani. Tiba-tiba otakku terisi bayangan bahwa anak itu sangat menginginkan ayah yang tak pernah dia miliki. Sehingga dia mencari sosok ayah yang memiliki uang kembalian membeli rokok yang ada di toko kakeknya itu. Anak itu sendiri mati terpanggang kebakaran pada usia yang masih kecil.
Aku segera terbangun dari mimpiku dan mendapati sosok Chocho yang kumal gara-gara bangun tidur di kaca. Huh, ternyata aku bermimpi…
wew nice imagination but terlalu extrem utk dialami walau it was only dream.
BalasHapusbut, kok pake ide beli rokok segala sih? pdhal you're a girl bro! (or maybe I'm wrong)
keep posting.. hehehe..
Sincerely,
Yoga P. Putra.
bagus dong klo dialami
BalasHapus